Gunungkidul-igtv.vision | Slamet, S.Pd. MM. tokoh Padukuhan Nglebak, Desa Katongan, Kapanewon Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, melalui laman pribadinya menulis reportase upacara Nyadran.
“Upacara dilakukan tiap tahun, sebelum warga melaksanakan Rasul Desa atau Bersih Desa terkait panen bidang pertanian,” tulis Slamet dalam laporannya.
Menarik dan unik. Karena upacara dilakukan di bawah pohon besar bersebelahan dengan masjid.
Pertanyaan sederhana mencuat: Bahwa benarkah Nyadran memberi sumbangansih pada peradaban manusia menuju modernisasi kebudayaan?
Nyadran itu wujud fisiknya berupa kenduri atau makan bersama.
Warga setempat menyebut ‘Caos Dahar Memule’ kepada ‘Dhanyang Semara Bumi’ penjaga dusun.
Penyaji makanan, seluruhnya adalah kaum perempuan.
Nasi dan lauk pauk dikemas dalam tenggok atau bakul, dibungkus kain taplak, kemudian digelar di sekitar sumber air Tunjung Sari.
Sebelum makan bersama, juru kunci Sendhang Tunjung Sari melakukan ritual khusus.
Dia membakar kemenyan, pada hari Senin Wage 12 Juni 2023. Mulutnya komat kamit membaca mantra.
Juru kunci itu melafat doa versi agama Islam atau apa, sama sekali tidak terdengar.
Selama puluhan, bahkan ratusan tahun, upacara bakar kemenyan itu langgeng, tidak terusik.
Sebagian ibu-ibu bilang kepada juru kunci. Mereka titip ungkapan, agar keinginan terkabul.
Harapan mereka disampaikan dengan menyerahkan uang abon-abon sebesar lima ribu hingga sepuluh ribu rupiah.
Upacara Nyadran oleh sejumlah tokoh disebut pantas dilestarikan. Tidak satupun warga berani menyangkal.
Ibu-ibu yang titip harapan kepada juru kunci, terkabul atau sebaliknya, juga tidak pernah diketahui.
Yang hadir menyaksikan Nyadran adalah para pejabat tingkat Kalurahan dan Kapanewon. (Bambang Wahyu)